Sebelumnya saya ingin mengutip beberapa tulisan dari blog tersebut.
“…. memang pada dasarnya aturan ini bukan untuk membuat kepastian akan keselamatan anda saat mengendarai motor setiap hari. Namun aturan ini dibuat untuk membuat resiko motor tidak terlihat menjadi lebih kecil dan akhirnya diharapkan mampu menekan angka kecelakaan sepeda motor. Sisanya, attitude kita yang berbicara. Masih memiliki teori lain? terserah anda. Ini teori saya. Resiko anda tanggung sendiri.(*) ”
Saya merupakan pengguna kedua kendaraan tersebut dan saya merasa senang ketika ada orang lain yang berpendapat sama seperti saya.
oleh : onienovarro
Secara teori pun, saya awalnya sering bertanya, “Terang-terang (siang hari) nyalain lampu? Gak ngefek lah, gak keliatan lampunya”. Saya juga pernah belajar fisika, dimana dua buah cahaya dengan intensitas tertentu yang mirip, hampir tidak bisa dibedakan pada jarak pandang tertentu (kalau tidak salah). Mungkin, karena saya pengendara kedua belah pihak tersebut, saya lebih cepat mengerti apa maksudnya. Saya pikir, dengan menyalakan lampu disiang hari pada motor, akan membuat keselamatan mobil dan motor meningkat. Setidaknya, mobil bisa lebih “ngeh” atau sadar kalau ada kendaraan yang suka “was-wes-wos” didekatnya. Jika pengendara mobil melihat kedepan, jika ada pantulan cahaya dari spion, setidaknya pengendara tersebut tahu ada motor didekatnya tanpa harus melihat ke spion untuk mengetahui siapakah pengendara motor bahkan berkenalan dengan pengendaranya, ehm.
Sebenarnya, terus terang saja, saya tidak merasakan hal yang signifikan ketika berkendara didalam kota. Kenapa? Didalam kota apalagi Jakarta “tercinta”, saat hari kerja, berapa sih kecepatan yang bisa diraih? 40km/jam saja udah bisa disyukurin, itu juga hanya berapa detik. Jadi buat apa spion kalau jalannya hanya mengikuti “kekhidmatan” parkir di jalan raya? Saya lebih memfungsikan spion dalam keadaan kemacetan untuk memposisikan mobil yang saya kendarai agar tidak menyusahkan motor (karena saya merasa kesal juga kalau ada mobil yang katanya “city car” dengan dimensi yang kecil tapi suka menghalangi lajur “pinggiran” motor. Selain itu, fungsi spion diparkiran jalan dalam kota yaitu jika ingin berbelok, biasanya motor itu tidak peka, padahal “sign” udah nyala dengan jelas, malah yang saya ragukan, apakah lampu “sign” mobil itu kurang terang sampai motor itu lihat tapi diacuhkan atau memang tidak melihat (saya tidak tahu lagi ini, ini urusan pengendara dengan sang Pencipta, hanya Dia yang tahu kepastiannya).
Jalan luar kota, ini yang saya rasakan fungsi yang sangat tepat untuk menyalakan lampu motor pada siang hari. Saya sering berkendara mobil lewat jalur pantura. Bahkan sebelum diwajibkan menggunakan lampu siang ini, sudah banyak motor dijalur pantura yang menyalakan lampu, terlebih saat mudik, mungkin bisa diatas 90% yang menyalakan lampunya. Mengapa? Jelas mereka menginginkan keselamatan untuk kedua belah pihak. Jalur pantura itu selain jalannya “gak” layak dilintasi karena banyak lubang yang kalau musim hujan saya yakin suka ada yang pelihara ikan disana, dirawat, lalu dipanen ditengah jalan tersebut dan dijual dipasar sekitar yang suka mengakibatkan kemacetan berkilo-kilo tersebut sesungguhnya membuat noise yang sangat tinggi didalam kabin mobil. Selain putaran mesin “ala pembalap” dengan RPM tinggi supaya mudah melewati pahlawan sejati perputaran uang dan barang Negara namun sering diacuhkan kehidupannya (baca: truk) dan setelan audio yang cukup keras, pengemudi tidak bisa “aware” dengan suara motor yang ada didekatnya selain dari spion. Untuk itulah, lampu siang sangat bermanfaat.
Kembali ke pelajaran SD dahulu, peraturan bersifat mengikat dan bisa memaksa. Untuk apa? Untuk terjadi kesinambungan dalam hidup bermasyarakat. Sesuatu yang memaksa dan mengikat bisa saja merubah kebiasaan yang kurang baik. Untuk masalah banyaknya tilang ini saya rasa lebih ke mental pribadi masing-masing, jikalau ada oknum yang suka “ringan tilang” dan pengendara yang “ringan dompet dan waktu” lebih baik untuk mentaati peraturan tersebut.
Untuk peraturan mengenai menyalakan lampu tersebut, saya sebenarnya tidak patuh. Yang saya patuhi adalah harga dari nyawa saya. Dengan menyalakan saklar lampu menggunakan jempol yang saya rasa hanya butuh 5 Newton dan harga lampu 10 ribu rupiah sekitar satu sampai dua tahun sekali, saya akan memperpanjang hidup saya.
”Saya pengemudi Motor dan Mobil, saya tahu persis manfaat dari menyalakan lampu di siang hari, terlebih lagi di malam hari. Surabaya adalah kota dimana Kampanye Safety Riding begitu giat, saya beruntung ada di kota ini. Percayalah suatu saat ketika anda mengemudikan Mobil anda akan tahu manfaat Motor menyalakan lampu di siang/malam hari. Taat Aturan Lalu Lintas Jelas Lebih Baik.”Memang awalnya banyak orang yang mengeluhkan mengenai peraturan harus menyalakan lampu disiang hari. Banyak yang beranggapan bahwa akan membuat bensin boros atau lampu akan lebih cepat putus atau mati. Sebenarnya saya tidak bisa menyalahkan pendapat tersebut karena memang setiap orang punya alasan masing-masing untuk “malas” menyalakan lampu disiang hari.
Secara teori pun, saya awalnya sering bertanya, “Terang-terang (siang hari) nyalain lampu? Gak ngefek lah, gak keliatan lampunya”. Saya juga pernah belajar fisika, dimana dua buah cahaya dengan intensitas tertentu yang mirip, hampir tidak bisa dibedakan pada jarak pandang tertentu (kalau tidak salah). Mungkin, karena saya pengendara kedua belah pihak tersebut, saya lebih cepat mengerti apa maksudnya. Saya pikir, dengan menyalakan lampu disiang hari pada motor, akan membuat keselamatan mobil dan motor meningkat. Setidaknya, mobil bisa lebih “ngeh” atau sadar kalau ada kendaraan yang suka “was-wes-wos” didekatnya. Jika pengendara mobil melihat kedepan, jika ada pantulan cahaya dari spion, setidaknya pengendara tersebut tahu ada motor didekatnya tanpa harus melihat ke spion untuk mengetahui siapakah pengendara motor bahkan berkenalan dengan pengendaranya, ehm.
Sebenarnya, terus terang saja, saya tidak merasakan hal yang signifikan ketika berkendara didalam kota. Kenapa? Didalam kota apalagi Jakarta “tercinta”, saat hari kerja, berapa sih kecepatan yang bisa diraih? 40km/jam saja udah bisa disyukurin, itu juga hanya berapa detik. Jadi buat apa spion kalau jalannya hanya mengikuti “kekhidmatan” parkir di jalan raya? Saya lebih memfungsikan spion dalam keadaan kemacetan untuk memposisikan mobil yang saya kendarai agar tidak menyusahkan motor (karena saya merasa kesal juga kalau ada mobil yang katanya “city car” dengan dimensi yang kecil tapi suka menghalangi lajur “pinggiran” motor. Selain itu, fungsi spion diparkiran jalan dalam kota yaitu jika ingin berbelok, biasanya motor itu tidak peka, padahal “sign” udah nyala dengan jelas, malah yang saya ragukan, apakah lampu “sign” mobil itu kurang terang sampai motor itu lihat tapi diacuhkan atau memang tidak melihat (saya tidak tahu lagi ini, ini urusan pengendara dengan sang Pencipta, hanya Dia yang tahu kepastiannya).
Jalan luar kota, ini yang saya rasakan fungsi yang sangat tepat untuk menyalakan lampu motor pada siang hari. Saya sering berkendara mobil lewat jalur pantura. Bahkan sebelum diwajibkan menggunakan lampu siang ini, sudah banyak motor dijalur pantura yang menyalakan lampu, terlebih saat mudik, mungkin bisa diatas 90% yang menyalakan lampunya. Mengapa? Jelas mereka menginginkan keselamatan untuk kedua belah pihak. Jalur pantura itu selain jalannya “gak” layak dilintasi karena banyak lubang yang kalau musim hujan saya yakin suka ada yang pelihara ikan disana, dirawat, lalu dipanen ditengah jalan tersebut dan dijual dipasar sekitar yang suka mengakibatkan kemacetan berkilo-kilo tersebut sesungguhnya membuat noise yang sangat tinggi didalam kabin mobil. Selain putaran mesin “ala pembalap” dengan RPM tinggi supaya mudah melewati pahlawan sejati perputaran uang dan barang Negara namun sering diacuhkan kehidupannya (baca: truk) dan setelan audio yang cukup keras, pengemudi tidak bisa “aware” dengan suara motor yang ada didekatnya selain dari spion. Untuk itulah, lampu siang sangat bermanfaat.
Kembali ke pelajaran SD dahulu, peraturan bersifat mengikat dan bisa memaksa. Untuk apa? Untuk terjadi kesinambungan dalam hidup bermasyarakat. Sesuatu yang memaksa dan mengikat bisa saja merubah kebiasaan yang kurang baik. Untuk masalah banyaknya tilang ini saya rasa lebih ke mental pribadi masing-masing, jikalau ada oknum yang suka “ringan tilang” dan pengendara yang “ringan dompet dan waktu” lebih baik untuk mentaati peraturan tersebut.
Untuk peraturan mengenai menyalakan lampu tersebut, saya sebenarnya tidak patuh. Yang saya patuhi adalah harga dari nyawa saya. Dengan menyalakan saklar lampu menggunakan jempol yang saya rasa hanya butuh 5 Newton dan harga lampu 10 ribu rupiah sekitar satu sampai dua tahun sekali, saya akan memperpanjang hidup saya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar